Minggu, 06 Mei 2012

Cantiknya Bidadari

Cantiknya Bidadari


Terheran-heran. Tapi itulah kenyataan. Seseorang – yang mungkin dengan mudahnya – melepas jilbabnya dan merasa enjoy mempertontonkan kecantikannya. Entah dengan alasan apa, kepuasan pribadi, materi dunia, popularitas yang semuanya berujung pada satu hal, yaitu hawa nafsu yang tak terbelenggu.

Padahal… nun di surga sana, terdapat makhluk yang begitu cantik yang belum pernah seorang pun melihat ada makhluk secantik itu. Dan mereka sangat pemalu dan terjaga sehingga kecantikan mereka hanya dinikmati oleh suami-suami mereka di surga.

Berikut ini adalah kumpulan ayat dan hadits yang menceritakan tentang para bidadari surga.

Harumnya Bidadari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecantikan Fisik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ

“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)

Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.

Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

Sopan dan Pemalu

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)

al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.

Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)

Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.

Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,

“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..

Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?

Hanya sebuah Cerita


Hanya sebuah Cerita


Seorang anak ketika kecil senyumny tawany. . . Menyenangkan hati orang tua. . . Bahkan setiap hari orang tua ingin brmain brsamany. . . . Dan ktka tdr pun di jagany agar nyamuk tdk hinggap utk mengganggu tdrny. . . Tapi smakin lama anak smakin dwasa ,dapat brjalan sndri,smakin pintar,sudah dapt mencari uang sndri . . . .Rasa cinta Orang tuany pun tak pernah berubah sedetikpun. . . Ia menanggap ankny masih tetap anak yg dulu kecil imut dn gemuk yg sering tertawa lucuny ktika brmain brsama. . .
Walau anakny skarang telah beranjak dwasa. . . . Ia masih mencintainy sperti dulu. . . . Tapi stlah anak itu telah beranjak dewasa ia tak lucu lg . . . Senyuman manis nya pun tak pernah terlihat utk ibu dan ayahny lg . . . . Yg dahulu ia slalu membuat ayah ibuny tersenyum tapi skarang ia membuat ibuny menangis karena kelakuan yg dahulu ayahny slalu trtawa melihat anakny sekarang merasa pilu melihat anakny yg slalu membuat sdih orang tuany. . . .
Yg dahulu ia putih kecil bersih bagai malaikat skarang ia menjelma menjadi seorang pemuda gagah yg melupakan orng tuany. . . . .

Andaikan aku tak pernah dewasa biar merepotkan tapi aqu dpt tetap melihat mereka tersenyum indah agar dapat kupajang senyumny di relung hatiku. . . .

mata berkata ke pada hati


mata berkata ke pada hati

Hati berkata kepada mata,

“Engkaulah yang menjerumuskanku ke dalam jurang kebinasaan serta menjerumuskanku ke dalam kerugian dengan sebab engkau mengumbar pandangan. Engkau telah membawa matamu menjelajah ke taman itu. Sekarang engkau mengharapkan kesembuhan dari sakit, padahal engkau menyelisihi perintah Allah swt


mata berkata ke pada hati:

Engkaulah yang pertama dan yang terakhir kali menzalimiku. Aku mengakui dosaku yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Aku hanyalah utusan yang selalu mematuhi kerana engkaulah raja yang harus ditaati, sedangkan kami adalah tentara dan pengikutmu. Jika engkau menyuruhku untuk menutup pintuku serta menutupi dengan hijabku, sungguh aku akan mendengar perintahmu dan mentaatinya.


Ketika engkau menggembala di tanah larangan, aku telah memasukinya. Dan ketika engkau mengutusku untuk berburu. Sungguh aku sudah memancangkan jerat-jerat dan jala-jalanya hingga engkau terjerat. Kemudian aku menjadi tawanan padahal sebelumnya aku menjadi pemimpin. Aku menjadi budak, setelah aku menjadi pemilik. Dengarlah sabda hakim yang paling bijak


Abu Hurairah ra. Berkata,

Hati adalah raja sedangkan semua anggota tubuh yang lain adalah tentaranya. Jika rajanya jelek, maka jeleklah tentaranya. Jika engkau terus mengamati, sungguh engkau akan tahu bahwa kerusakan rakyatmu adalah kerana sebab kerusakanmu, dan akan kembali menjadi baik jika engkau baik. Namun, engkau telah membinasakan dirimu dan rakyatmu, kemudian engkau menyalahkan matamu yang lemah ini. Padahal, pokok utama penyebab kerusakan adalah kerana engkau (hati) tidak mencintai Allah, tidak mencintai firman-Nya, tidak mencintai zikir dan tidak menyebut nama serta sifat-sifat-Nya. Engkau mencintai yang lain dan berpaling dari Allah, kemudian engkau ganti dengan cinta selain Allah dan engkau lebih mencintai hal itu daripada Allah.

pesan dari sahabat...


pesan dari sahabat...

Dari Sulaiman bin Yasar, dia berkata:
Suatu saat, ketika orang-orang mulai bubar meninggalkan majelis Abu Hurairah -radhiyallahu'anhu-, maka Natil -salah seorang penduduk Syam- (beliau ini adalah seorang tabi'in yang tinggal di Palestina, pent) berkata kepadanya, “Wahai Syaikh, tuturkanlah kepada kami suatu hadits yang pernah anda dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”

Abu Hurairah menjawab,
“Baiklah. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah: [Yang pertama] Seorang lelaki yang telah berjuang demi mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang kedua] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur'an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur'an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Qur'an agar disebut sebagai qari'. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang ketiga] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.”

(HR. Muslim [1903], lihat Syarh Muslim [6/529-530])

Hadits yang agung ini memberikan faedah bagi kita, di antaranya:

1.Dosa riya' -yaitu beramal karena dilihat orang dan demi mendapatkan sanjungan- adalah dosa yang sangat diharamkan dan sangat berat hukumannya (lihat Syarh Muslim [6/531]). Riya' merupakan bahaya yang lebih dikhawatirkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menimpa orang-orang salih sekelas para sahabat. Beliau bersabda, “Maukah kukabarkan kepada kalian mengenai sesuatu yang lebih aku takutkan menyerang kalian daripada al-Masih ad-Dajjal?”. Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau berkata, “Yaitu syirik yang samar. Tatkala seorang berdiri menunaikan sholat lantas membagus-baguskan sholatnya karena merasa dirinya diperhatikan oleh orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, al-Bushiri berkata sanadnya hasan) (lihat at-Tam-hid, hal. 397, al-Qaul al-Mufid [2/55]). Kalau para sahabat saja demikian, maka bagaimana lagi dengan orang seperti kita? Allahul musta'aan...

2.Dorongan agar menunaikan kewajiban ikhlas dalam beramal. Hal ini sebagaimana yang telah Allah perintahkan dalam ayat (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan amal untuk-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah: 5) (lihat Syarh Muslim [6/531])

3.Hadits ini menunjukkan bahwa dalil-dalil lain yang bersifat umum yang menyebutkan keutamaan jihad itu hanyalah berlaku bagi orang-orang yang berjihad secara ikhlas. Demikian pula pujian-pujian yang ditujukan kepada ulama dan orang-orang yang gemar berinfak dalam kebaikan hanyalah dimaksudkan bagi orang-orang yang melakukannya ikhlas karena Allah (lihat Syarh Muslim [6/531-532])

4.Sesungguhnya ikhlas tidak akan berkumpul dengan kecintaan kepada pujian dan sifat rakus terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak akan bersatu antara ikhlas di dalam hati dengan kecintaan terhadap pujian dan sanjungan serta ketamakan terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, kecuali sebagaimana bersatunya air dengan api atau dhobb/sejenis biawak dengan ikan -musuhnya-.” (al-Fawa'id, hal. 143)

5.Keikhlasan merupakan sesuatu yang membutuhkan perjuangan dan kesungguh-sungguhan dalam menundukkan hawa nafsu. Sahl bin Abdullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi jiwa manusia selain daripada ikhlas. Karena di dalamnya sama sekali tidak terdapat jatah untuk memuaskan hawa nafsunya.” (Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 26). Sebagian salaf berkata, “Tidaklah aku berjuang menundukkan diriku dengan perjuangan yang lebih berat daripada perjuangan untuk meraih ikhlas.” (lihat al-Qaul al-Mufid [2/53])

6.Tercela dan diharamkannya orang yang menimba ilmu agama tidak ikhlas karena Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya dipelajari demi mencari wajah Allah akan tetapi dia tidak menuntutnya melainkan untuk menggapai kesenangan dunia maka dia pasti tidak akan mendapatkan bau -harum- surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan al-Albani) (lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 22)

7.Amalan yang tercampuri syirik -contohnya riya'- tidak diterima oleh Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah ta'ala berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang dia mempersekutukan diri-Ku dengan selain-Ku maka akan Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya.” (HR. Muslim) (lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 23)

8.Sebesar apapun amalan, maka yang akan diterima Allah hanyalah amal yang ikhlas. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan demi mencari wajah-Nya.” (HR. Nasa'i dan dihasankan al-Albani) (lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 21)

9.Amalan yang besar bisa berubah menjadi kecil gara-gara niat, sebagaimana amal yang kecil bisa menjadi bernilai besar karena niat. Ibnu Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karena niat.”
(lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

LamaRanMu Qu TOLAK...! (Lucu)


LamaRanMu Qu TOLAK...! (Lucu)
Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.
Melalui ta'aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.

Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan. Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.

Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.

Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.
"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya.
"Iya, Pak," jawab sang muda.
"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? " tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
"Lamaranmu kutolak!"
Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu."
"Lamaranmu kutolak!".
Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan , aku tak mau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya. Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."

"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.
"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus," jawab sang muda, percaya diri.
"Lamaranmu kutolak!". Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan ?"
"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."
"Lamaranmu kutolak!". Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"

Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."
"Kamu lulusan mana?"
"Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan ?"
"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."
"Lha lamaranmu ya kutolak!" Kamu saja bodoh gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"


Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."
"Jadi kamu sudah bekerja?"
"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."
"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."
"Lamaranmu tetap kutolak!". Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"

Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."
"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kami sudah punya banyak. Maaf."
"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."
"Lamaranmu kutolak!" Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."


Bisikan, "Dia jago IT lho Pak"
"Kamu bisa apa itu, internet?"
"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."
"Lamaranmu kutolak!". Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."
"Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."

Bisikan, "Tapi Ayah..."
"Kamu kesini tadi naik apa?"
"Mobil Pak."
"Lamaranmu kutolak!". Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."
"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Lamaranmu kutolak!". Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"

Bisikan, "Ayahh.."
"Kamu merasa ganteng ya?"
"Nggak Pak. Biasa saja kok"
"Lamaranmu kutolak!". Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."
"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."
"Lamaranmu kutolak!" Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"

Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?"
Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga. Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja. Hadits-pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."
Sang setengah baya tersenyum, "LamaranMu kuTERIMA anak muda!". Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."
Mata sang muda ikut berkaca-kaca.
(Ini harus happy ending, bukan?..)

Cinta, Ungkapkan atau Dipendam Ya?


Cinta, Ungkapkan atau Dipendam Ya?



Suatu ketika ada seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata pada beliau, “Yaa Rasulullah sehsungguhnya aku mencintai si Fulan.”
“Apa kau sudah mengatakannya kepada Fulan?” Tanya beliau

“Belum.”

“Kalau begitu katakanlah pada Fulan.”


Lalu Fulan yang dimaksud pun datang, dengan serta merta sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut pun menghampirinya dan mngatakan “Uhibbuka (Aku mencintaimu).”

"Jadi, berdasarkan kisah tersebut mengatakan saling cinta sebenarnya itu di sunnahkan, karena kita adalah saudara yang terikat dengan tali keimanan. Karena kita beriman maka kita saudara, dan harus saling mencintai karena Allah. Jadi ucapkanlah Uhibbuka Fillah (Aku mencintaimu karena Allah) kepada saudara-saudara kita seiman." Ujar Akh Sani, pementor kami waktu aku duduk di kelas satu SMA.

Mungkin bila kisah tersebut kita terapkan sekarang, mengucapkan "aku cinta kamu" kepada sesama jenis komentar yang dilontarkan dari orang yang mendengarkan adalah, "Iiihh...!! HOMO!!".

Kisah tersebut pertama kali saya dapat dari seorang pementor Rohis sewaktu kegiatan mentoring di SMAN 12 Bandung. Akh Sani Ihsan Maulana, nama pementor tersebut. Seseorang yang pertama kali menjadi insipirasiku dan memototivasiku untuk mempelajari Islam lebih dalam. Kami, anak-anak DKM Rohis yang masih lugu dan polos lagi masih miskin ilmu pun besoknya langsung menerapkan ajaran tersbut, secara membabi buta kami pun mengucapkan "aku cinta kamu" kepada hampir semua teman-teman sekelas kami, tak terkecuali siswa PEREMPUAN pun jadi target kami, sehingga menimbulkan salah sangka bagi mereka yang tidak mengikuti kegiatan mentoring kemarin yang membahas tentang "aku cinta kamu". Tapi jangan salah sangka! Waktu itu kami (termasuk saya juga) benar-benar tidak menyimpan perasaan suka kepada beberapa atau seorang siswi tertentu, kami hanya mengamalkan yang kami pelajari kemarin, sayangnya hanya didasari semangat keislaman yang tinggi namun kurang dari segi pemahaman Ilmu.

Silahkan tertawa ala kadarnya atau sekedar tersenyum mendengar cerita tentang tingkah polah kami lima tahun yang lalu. Namun cerita itu menimbulkan suatu pertanyaan : Boleh ngga sih mengungkapkan perasaan suka atau perasaan cinta kita ke lain jenis?Bolehkah cewe bilang cinta ke cowo atau cowo bilang cinta ke cewe? Bagaimana Islam memandang persoalan ini? Adakah larangannya dalam Al-Qur'an dan Assunnah?

Yuk, kita bahas. Sampai saat ini saya sendiri belum menemukan dalil larangan khusus untuk larangan mengungkapkan perasaan cinta atau suka kepada lain jenis. Beberapa ustadz atau pemateri yang mengisi sebuah acara seperti ta'lim, talk show, atau tabligh akbar yang bertemakan cinta sering kali menyitir hadits berikut.

"Barang siapa yang jatuh cinta, lalu menyembunyikannya dan memelihara kesucian dirinya serta bersabar sampai dia meninggal dunia, maka dia adalah seorang yang mati syahid."

atau,

"Barang siapa yang jatuh cinta, lalu menyembunyikannnya dan menahan diri dengan penuh kesabaran, niscaya Allah akan memberikan ampunan baginya dan memuaskannya ke dalam surga."

dan hadits berikut,

"Barang siapa yang jatuh cinta, lalu menahan dirinya hingga meninggal dunia, maka dia syahid."

Dengan dalil-dalil tersebut para ustadz dan pemateri tersebut mengatakan, "Makanya kalo kamu-kamu lagi jatuh cinta ngga perlu deh bilang-bilang ato ngungkapin perasaan kamu, tahan aja. Kalo itu berhasil kamu lakuin terus bikin kamu meninggal, ganjarannya syahid bro! Langsung masuk surga alias shortcut to heaven!"
Dengan hadits-hadits tersebut maka mereka jadikan "larangan" atau setidaknya sebagai keutamaan untuk tidak mengungkapkan perasaan cinta, cukup dipendam saja, kalau dibawa sampai mati, matinya mati syahid.

Nah, tapi benarkah hadits ini bisa diterima? Berderajat hasan atau shahihkah? Mari kita lihat pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, seorang Ulama yang dikomentari oleh Al-Imam Burhanuddin Azzar'iy, "Di kolong langit ini tiada seorang pun yang lebih luas ilmunya daripada Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah". Tentang hadits-hadits tersebut. Ibnul Qayyim dalam kitabnya Thibbun Nabawi (Pengobatan Nabi) dalam Bab Petunjuk Rasulullah SAW untuk Mengatasi Penyakit Asmara berkomentar,

"Jangan tertipu oleh hadits palsu yang mengatasnamakan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Suwaid bin Said, dari Ali bin Mushir, dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi, diriwayatkan pula dari Aisyah dari Nabi. Diriwayatkan oleh Azzubair bin Bakr, dari Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Majisyun, dari Abdul Aziz bin Hazim, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas dari Nabi bahwa beliau bersabda, "Barang siapa jatuh cinta, lalu menjaga kesuciannya, lalu ia meninggal dunia, maka ia mati syahid." dan dalam riwayat lain disebutkan, "Barang siapa jatuh cinta (kasmaran), lalu ia menyembunyikan perasaannya, menjaga diri dan bersabar, akan Allah ampuni dosa-dosanya dan akan Allah masukkan ke dalam Surga-Nya."

Syahid adalah kedudukan tertinggi di sisi Allah, disejajarkan dengan kedudukan Shiddiqiin. Kedudukan ini harus dicapai dengan amalan dan kondisi tertentu yang merupakan syarat mutlak.Syahiid ada dua macam : syahid umum dan syahid khusus. Syahid khusus adalah syahid fi sabilillah. Syahid umum ada lima, disebutkan dalam sebuah hadits shahih, dan mati karena tertikam panah asmara tidak termasuk di dalamnya. Karena panah asmara bisa merupakan syirik terhadap Allah dalam cinta, merupakan hasil kealpaan terhadap Allah serta membiarkan hati, jiwa dan cinta menjadi milik selain Allah. Maka bagaimana mungkin ia termasuk kedudukan yang mendatangkan mati syahid?

Bahaya panah asmara terhadap hati melebihi sesuatu. Ia bahkan dapat disebut sebagai khamrnya rohani yang menyebabkan jiwa mabuk kepayang sehingga menghalanginya untuk berdzikir kepada Allah. Hati orang yang dirundung asmara akan menjadi hamba kekasihnya. Cinta kasih itulah yang mengoptimalkan rasa tunduk, kecintaan dan kepasrahan mendalam. Bagaimana mungkin ketundukan hati kepada selain Allah dapat membawa seseorang kepada kedudukan mulia di kalangan ahli Tauhiid, di kalangan pemuka dan orang istimewa di antara mereka." (Selesai kutipan dari Ibnul Qayyim)

Dalam kitab yang lain yang juga ditulis oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, berjudul Rawdhatul Muhibbin wa Nazhatul Musytaqiin (Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-orang yang Dimabuk Rindu) beliau berkomentar tentang hadits tersebut dengan senada, hadits-hadits tersebut bukan dari Rasulullah SAW.

Saya pun tak habis pikir kalau hadits-hadits tersebut bisa diterima alias berderajat Hasan atau Shahih. Saya punya tiga alasan logis mengapa berkata seperti itu:

Pertama, seandainya hadits tersebut bisa diterima saya punya cara yang singkat supaya bisa dapat gelar Asy-Syahid, alias Shortcut to Heaven!! Gak perlu repot-repot pergi ke Palestina, Iraq, atau Afghanistan lalu bergabung bersama Mujahidin di sana untuk perang terus kamu ketembak atau kena bom lalu mati syahid. Ngga perlu, bikin capek aja. Gini caranya, Umbar pandangan ke akhwat atau cewe yang paling cantik di kampusmu, jangan yang jelek atau standar. Lihat terus dengan seksama wajahnya yang cantik dan menggiurkan, biarkan terus jangan bergeming! Tatap terus, terus, dan terus, abaikan stimulus dari luar. Hati-hati jangan sampe ngiler! Kalo ngiler nanti wibawamu jatuh di depan gadis pujaanmu! Kalau ternyata sikapmu yang sedang mengumbar pandangan itu kepergok gadis pujaanmu yang sedang kamu pelongin itu, biarkan saja, balas dia dengan kedipan mata yang genit. Jangan pedulikan larangan Allah dalam Surah Annur ayat 30-31 tentang kewajiban menundukkan pandangan atau hadits Nabi tentang larangan pada pandangan yang kedua. Ngga apa-apa dosa dikit, nanti juga ditebus dengan matinya kamu sebagai syahid. Lalu kamu biarkan bibit-bibit cinta tumbuh di hatimu, tumbuh menjadi bunga cinta yang indah dan mengakar kuat di hatimu, biarkan pikiranmu melayang dan merasakan dalamnya cinta itu. Nah, setelah kamu jatuh cinta pada pandangan yang pertama dan kelamaan memandang tersebut, bayangkan si doi dimanapun berada, kalau bisa ingat-ingat doi di setiap waktu dan tempat, waktu mau makan, tidur, masuk WC. Setelah tubuhmu bergejolak tidak keruan gara gara cinta itu, karena hormon-hormon dalam tubuhmu bersekresi tidak seimbang dan tidak teratur, maka jadilah kamu sakit sampai menjelang sakaratul maut. Tapi ingat! tetap jangan ungkapkan perasaanmu ke si doi, Jangan bilang "Uhibbuki", "I Love U", atau "aku cinta kamu", sembunyikan dan tahan perasaan itu. Kalau ngga, nantinya malah ngga mati syahid. Biarkan dirimu sekarat gara-gara cinta itu sampai Malaikat maut menjemputmu. Selamat! ketika jantung tak lagi berdetak dan gelombang otak sudah tidak berfrekuensi lagi, tubuhmu tak perlu lagi dimandikan, langsung dikuburkan saja, karena kamu telah "SYAHID"! Itupun kalau hadits-hadits tersebut berderajat shahih atau paling tidak hasan.

Kedua, bila hadits-hadits tersebut diterima, maka akan menghapuskan keutamaan menikah yang merupakan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan beliaupun membenci orang yang tidak mau menikah dan menganggap bukan ummatnya bila tidak suka dengan Sunnahnya. Nikah merupakan anjuran bagi Ummat Islam, karena untuk melanjutkan keturunan, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akan berbangga dengan ummatnya yang banyak jumlahnya di hari akhir nanti. Nikah bahkan merupakan Nishfuddiin (Setengah dari agama) dan setengahnya lagi ada dalam ketaqwaan kepada Allah Azza wa Jalla. Maka keutamaan-keutamaan tersebut akan hilang dibenak seseorang yang telah jatuh cinta dan mestinya melanjutkan ke tahap akad nikah. Dia akan berpikir, "Buat apa nikah? mending saya pendam saja perasaan cinta ini dan saya akan sabar dengan perasaan ini. Kemudian saya sembunyikan perasaan ini dan saya bawa perasaan ini sampai mati, biar saya mati syahid. Ini namanya Shortcut to Heaven. Gitu aja kok repot? (Sambil meniru gaya bicaranya Gus Pur)"

Ketiga, Jika hadits ini Shahih atau Hasan maka bakal ada berapa banyak orang yang jadi pengangguran, lalai dan enggan melakukan aktivitas karena menikmati tikaman panah asmara dan menunggunya sampai dia sekarat dan "mati syahid". Seandainya di suatu kota atau perkampungan masyarakatnya banyak yang berpikir untuk mengambil jalan Shortcut to Heaven seperti yang saya sebutkan pada poin pertama maka bisa jadi aktivitas kota atau perkampungan tersebut akan mati, jalan-jalan akan sepi, pasar-pasar pun akan sepi, mall-mall megah pun tak kalah sepinya, ketika malam tiba lampu-lampu tak kunjung menyala kecuali lampu kamar-kamr mereka yang sedang menikmati tikaman panah asmara. Karena semuanya sedang menderita karena terkena panah asmara dan menunggu untuk "syahid". Tak ada keutamaan lagi dan tak ada alasan lagi untuk melakukan Da'wah dan Jihad, karena sudah punya cara untuk langsung masuk syurga dengan menikmati tikaman panah asmara yang mengantarkannya kepada "mati syahid". Jadi untuk mati syahid tidak perlu dengan amalan-amalan yang berat seperti Jihad atau Da'wah atau yang lainnya, cukup dengan menghujamkan panah asmara ke diri sendiri lalu menunggu sampai dia terkena penyakit TBC (Tekanan Batin Cinta) yang membuat dia sekarat lalu "mati syahid".

Nah, apakah sudah terjawab pertanyaan : Boleh ngga sih mengungkapkan perasaan suka atau perasaan cinta kita ke lain jenis? Bila kita mendasarinya pada hadits hadits palsu dan dha'if yang sudah dipaparkan di atas maka tak ada larangannya untuk mengungkapkan perasaan kita pada lain jenis. Kisah Ali ibn Abi Thalib ra. dan Fathimah putri Rasulullah SAW yang baru mengungkapkan perasaan cintanya pada saat setelah menikah sebenarnya tidak bisa dijadikan dalil larangan mengungkapkan cinta sebelum nikah, karena dalam kisah tersebut tidak ada fi'il amr (kata kerja perintah) atau fi'il nahyi (kata kerja larangan) untuk memerintahkan memendam perasaan cinta atau larangan mengungkapkan perasaan cinta. Jadi, setelah saya telusuri, sampai saat ini saya belum menemukan dalil-dalil yang melarang untuk mengungkapkan perasaan cinta atau perintah memendam perasaan cinta. Artinya belum tentu orang yang mengungkapkan perasaan cinta kepada lain jenis walapun bukan mahramnya (misalnya kekasihnya) adalah perbuatan fasiq.

Weits!! Tunggu dulu!! Jangan dulu beranjak!! Mentang-mentang tak ada larangannya jangan dulu buru-buru pergi menghampiri si doi sambil ngasih bunga plus cokelat yang dibungkus dengan kado berbentuk hati berwarna pink disertai dengan tulisan "I Love U" sambil berlutut di hadapan si doi! Jangan mentang-mentang udah belajar di Ma'had Al-Imaraat padahal baru level Tamhidi (persiapan) buru-buru ngambil HP terus dengan sok-sokan ngirim SMS pake Bahasa Arab ke si doi "Uhibbuki Jiddan (Aku sangat mencintaimu)"! Atau tiba-tiba pas lagi baca tulisan ini si doi lewat di hadapan kamu, terus dengan spontan kamu menjilati telapak tanganmu lalu memoles rambutmu yang acak-acakan dengan telapak tanganmu berlumur air liur tersebut biar keliatan ganteng, kemudian menghampirinya dan bilang "Sebenarnya sudah lama aku mencintaimu."

Sabar, masih ada pertimbangan lain. Pertimbangan maslahat dan madharat. Artinya, ketika kita mengungkapkan perasaan cinta kita kepada seseorang yang kita cintai apakah kita juga memikirkan efek jangka panjangnya. Menghujamnya perasaan cinta yang mendaalam kemudian menimbulkan efek "khamr hati" yang kemudian membuat kita lalai dzikr kepada Allah, bahkan syirik mahabbah (cinta), faktornya bukan hanya dari mata. Memang kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Rawdhatul Muhibbin wa Nazhatul Musytaqiin salah satu faktornya memang dari mata jelalatan yang sering mengumbar pandangan, sehingga jadilah penyakit hati yang akut, bagaikan karat yang sangat tebal menutup cermin hati kita sehingga karatnya susah minta ampun dibersihkannya, larangan mengumbar pandangan jelas tertulis dalam Al-Qur'an surah Annur (24) ayat 30,

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..."

Kemudian di ayat 31,

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya..."

Begitu juga bila perasaan cinta itu diungkapkan, apalagi kalau cintanya gayung bersambut, akan memperkuat dan memperdalam rasa cinta kita pada sang kekasih, efeknya tidak jauh beda dengan ketika kita mengumbar pandangan. Kalaulah hanya bertepuk sebelah tangan efeknya pun bisa jadi tidak jauh beda, justru bisa jadi malah tambah semangat untuk mengejar sang kekasih agar mau menerima cintanya, usaha yang dilakukan pun tidak tanggung-tanggung, yang pada ujungnya melalaikannya untuk mencintai Allah.

Mengungkapkan perasaan cinta kepada lain jenis yang belum menjadi mahramnya adalah kesempatan besar untuk men-tarbiyah (mendidik) dan menumbuh suburkan perasaan cinta kepada selain Allah. Bahkan efek "khamr hati" bisa jadi lebih berbahaya dari khamr yang asli. Bahkan tak jarang menjurus kepada syirik mahabbah (cinta), simak firman Allah,

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. (QS. Al-Baqarah : 165)

Cinta merupakan salah satu unsur ibadah kepada Allah, bahkan merupakan inti dari ibadah. Apa jadinya bila cinta yang merupakan unsur ibadah dibelokkan kepada selain Allah. Benda-benda yang bisa menjadi stimulus untuk selalu mengingat sang kekasih, SMS-SMS darinya yang enggan dan sulit untuk dihapus karena perasaan cinta yang masih menyelimuti hati, lama-lama akan menghujam kuat dan menjadi karat hati yang amat sulit dibersihkan. Bahkan dokter sekalipun kebanyakan angkat tangan untuk menyembuhkan penyakit kasmaran. Jatuh Cinta akan membuat kita jatuh ke dalam cinta yang tidak berkah, terupurk di dalamnya, terhina karenanya, membuat kita benar-benar jatuh. Membuat kita enggan bangkit dari tempat tidur karena menikmati khayalan indahnya bisa bersama dirinya, membuat kita menangis sia-sia karena merasa kehilangan dia. Menahan perasaan cinta lebih baik daripada mengunkapkannya, mengungkapkan perasaan cinta ibaratnya sebuah pemantik api yang akan membakar api asmara yang sulit dipadamkan. Jadi pertimbangkan juga dari segi maslahat dan madharatnya. Menahan untuk mengungkapakan perasaan cinta lebih maslahat bila belum siap untuk menikah, mengungkapkan perasaan cinta bahkan hampir tidak ada maslahatnya, justru madharatnya lebih besar. Bila kita bisa berpikir jernih dan memikirkan efek jangka panjang bisa kita dapati bahwa mengungkapkan perasaan cinta bila belum siap untuk menikah akan menimbulkan madharat, madharatnya yang paling kecil adalah lalai dari mengingat kepada Allah, madharat paling parah bisa menimbulkan syirik dalam hati karena mencintai selain kepada Allah seperti mencintai Allah, bahkan bisa lebih. Lain halnya bila sudah menikah, karena telah dibingkai dalam bingkai syari'ah, bahkan terdapat banyak keutamaan dibandingkan ketika membujang. Melakukan Jima' yang asalanya berzina bila dilakukan sebelum menikah maka setelah menikah justru mendapatkan pahala. Berpegengan tangan yang awalanya "lebih baik dicerca dengan besi yang panas yang menyala" ketika sudah menikah maka menjadi penggugur dosa.

Sekali lagi : Boleh ngga sih mengungkapkan perasaan suka atau perasaan cinta kita ke lain jenis? Walau secara tegas dan khusus belum ditemukan larangannya dan keutamaannya dalam Al-Qur'an dan Assunnah, namun di sisi lain kita harus mempertimbangkan dari segi maslahat dan madharatnya. Saya yakin, Anda-anda yang membaca tulisan ini bisa memikirkannya dengan hati yang jernih dan dengan akal yang sehat.