Kupotret
Rindu yang Tak Bertunas
Harus
jujur kuakui, sulit bagiku tuk definisikan kata rindu. Namun kuserahkan
saja jemariku menari untuk menyulam beberapa kalimat agar mengungkapkan apa
yang kuketahui tentang rindu itu sendiri.
Siapapun
berhak memberikan pandangan tentang rindu. Aku berpikir, kata rindu
itu sendiri bersifat umum. Dan akan benar-benar bermakna serta bersifat khusus
sekiranya disertai obyek yang dirindu. Obyek tersebut bisa nyata ataupun
abstrak tergantung subyek atau sosok yang sedang merindu
Tak
salah pula sekiranya kututurkan bahwa rindu adalah sebuah kata kerja
bagi hati. Ia bukanlah kata kerja bagi anggota badan yang walaupun anggota
badan kerap kali tergerak untuk melakukan sesuatu sebagai respon dari rindu
itu sendiri..
Rasanya
sulit jua bagiku memandang rindu sebagai sebuah “penyakit”. Namun
begitu, tak mudah pula kupandang rindu sebagai reaksi jiwa yang “sehat”.
Bagaimana tak kuucap demikian, cobalah engkau rasakan atau bisa jadi detik ini
sedang engkau rasakan letupan-letupan rindu yang bergejolak.
Percikan
Rindu Di Sudut Hati
Awalnya,
rindu mungkin masih tak “liar” dan sedang terlelap nyenyak di sudut
ruang hati. Seiring detik berdetak, pemiliknya sering tak tersadar, angin sejuk
dari manakah yang jadikan rindu itu terbangun. Tak pula diketahui, mimpi
manakah yang jadikan rindu itu tiba-tiba terjaga.
Seiring
waktu pula, rindu semakin bereaksi dan “mengamuk” serta berkecamuk hebat di
hati. Pada saat yang sama, terbisiklah telinga untuk segera mendengar hal-hal
yang rindu inginkan. Tersapalah lidah untuk berbicara. Terayulah mata untuk
memandang. Tergodalah jiwa tuk rasakan hal-hal yang ingin dikenang.
Obati
Rindu
Saat-saat
seperti itulah kukatakan rindu sebagai “penyakit”. Walau tak bersifat
medis, ia pula terkadang timbulkan gejala-gejala lain yang menyebabkan si
empunya terbaring sakit. Karena itu, sudah seharusnya rindu itu diobati.
Dan hanya perjumpaanlah yang menjadi penawar sekaligus obat utamanya.
Potret-potret
Rindu
Ada
banyak potret-potret kerinduan yang bertaburan dalam kehidupan. Siapa
yang tak pernah merindu, bisa dipastikan tak ada cinta yang ia
semburatkan karena rindu tumbuh seiring suburnya tunas-tunas cinta.
Dulu,
ketika engkau bayi dan ditinggal sebentar sang ibu, tangisanmu langsung meledak
dan serpihannya menusuk hati sang ibu. Terkumpul bermacam rindu darimu
untuk ibu. Kau rindukan air susunya. Kau rindukan pelukan
hangatnya. Kau rindukan suaranya. Kau rindukan belaian sayangnya.
Begitu
pun sang ibu, pada saat yang sama, ia rindukan imut wajahmu. Ia rindukan
candaanmu. Ia rindukan segalanya yang ada padamu.
Mari
sejenak intip sang ayah yang sedang bekerja seharian di luar rumah. Di tengah
fokusnya menyelesaikan tugas, rindu pun datang bertandang. Ia rindukan
anak dan istri di rumah. Ia rindukan canda si kecil di beranda. Ia rindukan
sentuhan lembut kekasih hati. Ia rindukan racikan masakan kesukaan yang
selalu terhidang. Hati begitu ingin cepat pulang.
Seorang
wanita pun begitu sensitif disapa oleh rindu. Karena tak tundukan
pandangan atau tak menjaga etika syari bermu’amalah, wajah seorang laki-laki
pun berhasil terekam melalui mata kemudian ditransfer dan tersimpan dalam
pikirannya. Lelaki itu miliki titik-titik pesona dan mampu ditangkap sang
wanita.
Itulah
yang menjadikan sang wanita terbalut rindu penuh harap dalam alam
lamunannya. rindu menjadikan telaga air matanya bergelombang riuh hingga
terbulir bening bak kristal menyusuri pipi.
Terlebih
lagi bagi mereka baik laki-laki maupun wanita yang diberikan hidayah oleh Allah
untuk lepas dari hubungan tak jelas dan haram yang bernama pacaran. Datanglah rindu
mencandai dua insan itu. Mereka kenang masa-masa “indah” yang telah berlalu.
Syaitan pun beraksi untuk mengikis hidayah yang telah mereka raih.
Ujung-ujungnya, kembali mereka jalin jalinan hingga dosa-dosa maksiat kembali tertabung.
Dan
beberapa hari lagi, salah satu kerinduan orang-orang beriman akan
terobati dengan datangnya bulan Ramadhan. Tamu agung yang dinanti-nanti. Di
bulan itulah orang-orang beriman menabung limpahan pahala dengan memperbaiki
kualitas dan kuantitas amal. Mendekati hari pertama puasa, rindu mereka
memuncak. Sebelas bulan sudah berlalu dan pada saat itu mereka rindukan
nikmatnya beribadah, mereka rindukan suasana berbuka puasa, mereka rindukan
suasana sahur penuh berkah, dan pula, mereka rindukan tetesan-tetesan
air mata kala berdoa dan bersujud di hadapan ar-rahman. ..
Baiklah,
kutitip rindu buat anda semua. Semoga kan kita bersua di taman-taman surga.
Amiin ya mustajiba sa ilin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar